KEMAMPUAN KEPEMIMPINAN

A.    Teori Kepemimpinan
Pemahaman tentang konsep dasar kepemimpinan dapat diperoleh dari simpulan pendapat beberapa ahli. Seperti yang disampaikan oleh beberapa ahli berikut ini.
1)       Suhardan dkk (2010:125) memaparkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan, dan jika perlu melakukan pemaksaan kepada orang atau kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya membantu tercapainya suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan.

2)      Menurut Ralp M. Stogdill dalam Suhardan dkk (2010:125) memaparkan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan kelompok yang diorganisir menuju kepada penentuan dan pencapaian tujuan.
3)      Menurut Sondang P. Siagian dalam Suhardan dkk (2010:!25) memaparkan bahwa kepemimpinan adalah motor penggerak sumber-sumber, dan alat yang tersedia bagi organisasi.
4)      Fred E.Fiendler dalam Suhardan dkk (2010:125) mengartikan kepemimpinan sebagai individu dalam kelompok yang memberikan tugas pengarahan dan pengorganisasian yang relevan dengan kegiatan-kegiatan kelompok.
5)      Wursanto (2005:196) mengartikan bahwa kepemimpinan sebagai suatu kegiatan mempengaruhi orang lain untuk bekerja sama guna mencapai tujuan yang diinginkan.
Dari beberapa pemaparan tentang pengertian kepemimpinan beberapa ahli di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan yaitu kemampuan individu untuk mempengaruhi dan menggerakan seseorang/kelompok dalam situasi tertentu dengan tujuan seseorang/kelompok tersebut dapat diajak bekerjasama mencapai tujuan tertentu. Pemaparan tentang konsep dasar kepemimpinan di atas juga memberikan gambaran bahwa kepemimpinan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Setiap orang yang dapat menjadi seorang pemimpin digambarkan hanya diperuntukan kepada seseorang yang memiliki keterampilan khusus dan memiliki pengaruh yang besar pada seorang lain/kelompok tertentu. Jadi,dapat dikatakan bahwa kepemimpinan bukanlah kegiatan yang dapat dilakukan oleh sembarang orang, akan tetapi dilakukan oleh orang perorang yang terampil dan memenuhi kriteria tertentu. Untuk lebih mengetahui tentang bagaimana proses dan munculnya seorang pemimpin, akan dipaparkan beberapa teori kepemimpinan pada bagian berikut.
1.    Teori Kepemimpinan Kelebihan
Menurut Wursanto (2005:198), teori kepemimpinan kelebihan menganggap bahwa seseorang akan menjadi pemimpin ketika seseorang tersebut memiliki kelebihan dari para pengikutnya. Adapun kelebihan tersebut mencakup tiga hal yaitu: pertama yaitu ratio, kelebihan dalam hal ini diartikan sebagai kelebihan dalam menggunakan pikiran, kelebihan dalam pengetahuan tentang hakikat tujuan dari organisasi, dan kelebihan dalam memiliki pengetahuan tentang cara-cara menggerakkan organisasi, serta dalam pengambilan keputusan yang cepat dan tepat. Dengan adanya kelebihan pada ratio, diharapkan seorang pemimpin akan mampu menyelesaikan segala persoalan dalam situasi tertentu. Kedua yaitu rohaniah, kelebihan ini digambarkan bahwa seorang pemimpin harus mampu menunjukan keluhuran budi pekertinya kepada para bawahan. Seorang pemimpin harus memiliki moral yang tinggi karena pada dasarnya pemimpin merupakan panutan para pengikutnya, dan; ketiga yaitu badaniah, diartikan bahwa seorang pemimpin hendaknya memiliki kesehatan badaniah yang lebih dari pada pengikutnya sehingga memungkinkannya untuk bertindak cepat, kecuali apabila ada orang yang memang sedang memangku jabatan kepemimpinan kemudian dia sakit dan masih mampu untuk menjadi seorang pemimpin.



2.    Teori Sifat
Menurut Wursanto (2005:198) menggambarkan bahwa teori sifat tidak beda jauh dengan teori kelebihan, hanya saja selain memiliki 3 kelebihan seperti pada teori kelebihan diharapkan seorang pemimpin adalah orang yang memiliki sifat-sifat yang positif seperti suka melindungi, adil, penuh percaya diri, energik, dan persuasif sehingga dapat mempengaruhi anggotanya untuk menjadi lebih baik. Selain sifat di atas, sifat pemimpin yang sangat penting yaitu adalah pemimpin yang memiliki mental untuk siap membangun. Adapun karakteristik karakteristik mental siap membangun menurut ukti Ali dalam Wursanto (2005:198) yaitu:
1) Suka bekerja keras
2) Sabar menderita dan menghadapi kesulitan untuk mencapai tujuan
3) Bersifat terbuka, suka menerima ide-ide baru
4) Memiliki kemauan untuk bekerjsama dengan orang lain
5) Berani melakukan eksperimen
6) Hemat dan tidak boros
7) Teliti dalam pekerjan
8) Jujur
9) Bersifat mau berbakti
10) Memiliki sikap rukun antar sesama masyarakat
3.    Teori Keturunan
Teori keturunan dikatakan sebagai teori pembawaan lahir. Menurut teori ini, seseorang akan menjadi pemimpin karena keturunan atau warisan. Karena orang tuanya adalah seorang pemimpin maka anaknya otomatis akan menjadi seorang pemimpin. Pada saat ini, teori seperti ini sering digunakan pada negara-negara bentuk monarki (kerajaan), di mana kedudukan sebagai raja ditentukan karena warisan atau keturunan (Wursanto 2005:199).
4. Teori Kharismatik
Menurut Wursanto (2005:199) memaparkan bahwa teori ini menyatakan bahwa seseorang menjadi pemimpin karena orang tersebut mempunyai kharisma (pengaruh) yang sangat besar. Kharisma bukanlah hal yang sepele karena kharisma hanya dapat diperoleh dari kekuatan Tuhan Yang Maha Esa. Tipe pemimpin seperti ini memiliki daya tarik, kewibawaan dan pengaruh yang sangat besar.
5.    Teori Bakat
Teori bakat disebut sebagai teori ekologis (Wursanto 2005:200). Teori ini berpandangan bahwa seseorang akan menjadi pemimpin memang karena sudah memiliki bakat. Menurut teori ini berpandangan setiap orang tidak akan bisa menjadi pemimpin, karena seorang pemimpin hanya diperuntukan bagi orang-orang yang memiliki bakat dan pembawaan tertentu (Suhardan dkk 2010:129).  Bakat kepemimpinan itui harus dikembangkan, misalnya dengan memberikan kesempatan bagi orang tersebut mernduduki suatu jabatan.
6.    Teori Sosial
Teori sosial beranggapan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat menjdai pemimpin. Setiap orang memiliki bakat untuk menjadi seorang pemimpin asalkan diberi kesempatan (Wursanto 2005:200). Kemungkinan untuk mengembangkan bakat kepemimpinan tergantung kepada lingkungan, waktu dan keadaan (Suhardan dkk 2010:130).  Setiap orang dapat dididik menjadi pemimpin karena masalah kepemimpinan dapat dipelajari melalui pendidikan formal maupun melalaui pengalaman praktik.
B.  Manajemen Konflik
1.      Pengertian Manajemen
Untuk memahami pemahaman tentang manajemen konflik, perlu dipahami terlebih dahulu tentang konsep manajemen dan konsep konflik. Menurut Sutomo dkk (2009:2) memaparkan bahwa manajemen yaitu kemampuan seseorang untuk mempengaruhi dan mengajak orang lain untuk bersama-sama menyelesaikan suatu hal. Dalam bahasa Cina, manajemen adalah kuan lee yang berasal dari dua kata yaitu kuan khung (mengawasi orang kerja) dan lee chai (memanajemen konfliksi uang) (Mardianto, 2000 dalam Thontowi ____:1). Sedangkan menurut Suhardan (2010:87) memaparkan bahwa mananjemen merupakan kemampuan dan keterampilan khusus yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu kegiatan baik secara perorangan ataupun bersama orang lain atau melalui orang lain dalam upaya mencapai tujuan secara produktif, efektif dan efisien.
Jadi, dapat diartikan bahwa manajemen adalah kemampuan seseorang untuk mengatur-mengawasi, mengajak dan mempengaruhi suatu hal (seseorang/kelompok) agar dapat bekerjasama menciptakan suatu kondisi yang positif demi tercapainya tujuan secara efektif dan efisien.
2.      Pengertian Konflik
Konflik adalah perselisihan (disagreement), adanya ketegangan (thepresence of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap pembentukan kelompok antara kedua belah pihak, sampai kepada tahap di mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai penghalang dan mengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing (Dalimunthe 2003:2).  Menurut kamus bahasa Indonesia (1997) dalam Thontowi (___:1), konflik berati percekcokan, pertentangan, atau perselisihan. Menurut Johnson (Supratiknya, 1995 dalam Thontowi ___:1) konflik adalah situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat atau mengganggu tindakan pihak lain.
Menurut Vasta (Indati, 1996 dalam Thontowi ___:2), memaparkan bahwa konflik akan terjadi bila seseorang melakukan sesuatu tetapi orang lain menolak, menyangkal, merasa keberatan atau tidak setuju dengan apa yang dilakukan seseorang. Pada dasarnya konflik terjadi karena adanya kesenjangan antara harapan yang tidak menjadi kenyataan.  Jadi, konflik adalah kondisi ketegangan yang terjadi antara dua pihak karena adanya penolakan atau  pertentangan diantara dua pihak tersebut.
Dari pemaparan tentang pengertian manajemen dan konflik di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen konflik adalah keterampilan-kemampuan seseorang untuk mengelola, mengatur,  mengarahkan dan menghdapi pertentangan antara diri/kelompok dengan orang lain/kelompok lain yang terjadi dalam kehidupan/dalam dinamika kehidupan berkelompok.
3.      Bentuk dan Jenis Konflik
Bentuk konflik menurut Dalimunthe (2003:2) antara lain yaitu: pertama subtantive conflicts merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan kelompok, pengalokasian sumber daya dalam suatu organisasi, distribusi kebijaksanaan dan prosedur; kedua, Emotional conflicts terjadi akibat adanya perasaan marah, tidak percaya,  tidak simpatik, takut dan penolakan, serta adanya pertentangan antar pribadi (personality clashes).
Jenis-jenis konflik Aisyah (2011) yang diunduh dari http://staff.uny.ac.id, memaparkan ada beberapa jenis antara lain yaitu:
a)      Konflik interpersonal: konflik yang terjadi antar individu karena adanya perbedaan kepentingan dan nilai.
b)      Konflik intragroup: konflik yang terjadi dalam suatu kelompok yang ada dalam organisasi.
c)      Konflik intergroup: konflik yang terjadi antar dua kelompok atau lebih dalam suatu organisasi. Manajer memiliki peran penting dalam menyelesaikan konflik antar kelompok ini.
d)     Konflik interorganisasional: konflik yang terjadi antar organisasi.
4.      Faktor-faktor Penyebab Konflik
Untuk dapat mencari solusi alternatif terbaik ketika menghadapi konflik, perlu diketahui terlebih dahulu faktor apakah yang menyebabkan konflik tersebut terjadi. Adapun faktor penyebab munculnya konflik menurut Dalimunthe (2003:4-5) antara lain karena faktor-faktor berikut:
Faktor Karakteristik Individu
Termasuk dalam faktor ini yaitu: pertama yaitu values, attitude dan, belief  masing-masing individu. Perasaan antara yang benar dan salah antara individu satu dan individu lain dalam menyikapi suatu kejadian yang berbeda, bisa menjadi penyebab munculnya konflik. Kedua yaitu needs and personality individu, yang diartikan bahwa konflik akan terjadi karena faktor kebutuhan dan kepribadian antara dua orang yang dihadapakan pada situasi yang sama akan tetapi memiliki kebutuhan dan kepribadian yang berbeda. Ketiga yaitu perseptual difference antar individu, yang diartikan ketika seringnya terjadi perbedaan persepsi antara individu satu dengan yang lain maka akan semakin sering pula konflik yang akan terjadi.
Faktor Situasi
Faktor situasi yaitu faktor penyebab munculnya konflik yang meliputi; pertama yaitu opportunity and need to interact, maksudnya yaitu konflik akan kemungkinan kecil terjadi pada kondisi antara orang-perorang yang jarang bertemu secara fisik dan jarang berinteraksi. Kedua yaitu dependency of one party to another, maksudnya bahwa adanya ketergantungan antara pihak satu dengan pihak yang lain akan menjadi penyebab munculnya sebuah konflik. Ketiga yaitu status difference, yang diartikan bahwa adanya perbedaan status antara dua orang yang mengakibatkan tindakan yang kurang menghargai antara satu pihak kepihak lain yang menyebabkan konflik. Keempat yaitu Communication barriers, diartikan bahwa komunikasi selain menjadi faktor pendukung mengurangi konflik di sisi lain komunikasi juga menjadi faktor penyebab munculnya konflik lain. Kelima  yaitu batas-batas tanggungjawab dan yuridiksi yang tidak jelas, artinya bahwa ketika seseorang memiliki batasan tanggungjawab yang tidak jelas maka akan memungkinkan adanya kesenjangan-kesenjangan yang dapat menimbulkan konflik.
Manajemen Konflik
Beberapa ahli memaparkan beberapa teknik manajemen konflik yang berbeda. Akan tetapi tujuan akhir yang mereka harapkan sama yaitu mengelola sedemikian rupa kondisi konflik yang terjadi sehingga keadaan yang kurang menguntungkan (konflik) dapat diminimalisir dan terselesaikan.  Seperti pendapat Fisher dalam Thontowi (___:8), memaparkan bahwa Pengelolaan konflik bertujuan untuk mengembangkan dan memberikan serangkaian pendekatan, alternatif untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku yang positif bagi pihak-pihak yang terlibat. Adapun beberapa tipe manajemen konflik (Thontowi, __:7-11) diantaranya yaitu sebagai berikut.
a)      Menurut Deutch yang dikutip oleh Bernt dan Ladd (Indati, 1996)
Memaparkan  ada dua cara mengelola konflik yaitu: pertama, destruktif yaitu bentuk penanganan konflik dengan menggunakan ancaman, paksaan, atau kekerasan; kedua, konstruktif yaitu bentuk pengelolaan konflik yang cenderung mengarah pada adanya negosiasi sehingga terjadi proses tawar menawar yang menguntungkan serta mempertahankan interaksi sosial.
b)      Menurut Johnson
Menurut ahli ini ada 5 jenis gaya dalam mengelola konflik diataranya yaitu: pertama, gaya kura kura yaitu seseorang menghindar dari konflik atau pokok persoalan atau dari orang-orang yang dapat menimbulkan masalah; kedua, gaya ikan hiu yaitu strategi untuk mengelola konflik dengan cara menaklukan lawan dengan cara menerima solusi konflik yang ditawarkan (satu pihak menang dan pihak lain kalah); ketiga, gaya rubah yaitu manajemen konflik dengan menekankan kompromi untuk mencapai tujuan pribadi dan hubungan baik dengan pihak lain yang sama-sama penting; keempat, gaya kancil yaitu gaya manajemen konflik yang menekankan pada pengabaian kepentingan pribadi dan mementingkan kepentingan hubungan; dan kelima, gaya burung hantu yaitu manajemen konflik yang mengutamakan tujuan-tujuan pribadi sekaligus hubungannya dengan pihak lain.
c)      Menurut Prijosaksono dan Sembel (2003)
Menurut pendapat ahli ini mengemukakan ada beberapa gaya manajemen konflik yaitu: pertama, kuadran menang-menang (win-win/kolaborasi) yaitu manajemen konflik dengan cara bekerjasama, dengan cara ini dua pihak yang mengalami konflik akan melakukan kesepakata bersama yang mengikat semua pihak yang berkonflik; kedua, kuadran menang-kalah (lose-win) yaitu gaya memecahkan konflik dengan memastikan ada pihak yang memenangkan konflik dan pihak lain kalah; ketiga,  kuadran kalah-menang (lose-win/mengakomodasi) yaitu manajemen konflik dimana ada salah satu pihak yang memposisikan dirinya mengalah atau mengakomodasi kepentingan pihak lain demi tercapainya penyelesaian konflik; keempat, kuadran kalah-kalah (lose-lose/menghindari konflik) yaitu cara mengatasi konflik dengan cara mengabaikan masalah yang timbul atau kedua belah pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan konflik tersebut.
d)     Menurut Gottman dan Korkoff dalam Mardianto (2000)
Menurut ahli ini terdapat empat gaya manajemen konflik yaitu: pertama, positive problem solving yang terdiri dari kompromi dan negosiasi; kedua, conflict engagement (menyerang dan lepas kontrol) yaitu manajemen konflik yang bersifat mengontrol dan tidak menyerang lawan dalam proses penyelesaian konflik tetapi dengan cara yang bersifat perdamaian; ketiga, withdrawl (menarik diri) yaitu manajemen konflik yang lebih berusaha menampilkan diri untuk terus mempertahankan dirinya untuk mampu menyelesaikan konflik yang terjadi; dan keempat, compliance (menyerah) yaitu manajemen konflik yang leih bersifat tidak menyerah dan berusaha terus dalam penyelesaian konflik yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
Dalimunthe, Ritha F. 2003. Peranan Manajemen Konflik pada Suatu  Organisasi. Unduh http:// repository.usu.ac.id/ bitstream/123456789/1248/1/manajemen-ritha5. pdf [accessed 23 Mei 2013]
Suhardan, Dadang dkk. 2010. Manajemen Pendidikan. Bandung:Alfabeta
Sutomo. 2009. Manajemen Sekolah. Semarang: Unnes Pres
Thontowi, Ahmad.___.Manajemen Konflik. Unduh http://www.ipdn.ac.id/wakilrektor/wp-content/ uploads/ MANAJEMEN -KONFLIK.pdf [accessed 23 Mei 2013]

Wursanto, Ig. 2005. Dasar-dasar Ilmu Organisasi. Yogyakarta: Andi Yogyakarta

Comments