Peserta didik yang saya banggakan, berikut akan saya kutipkan artikel dari jurnal tentang perilaku menyontek. Waduh, kok materinya tentang perilaku menyontek pak? Iya, biar kalian semakin memahami diri bagaimana bisa saya sih seseorang bisa tertarik dan terbiasa menyontek? Kalau belum nyontek gak puas, atau kalau belum nyontek rasanya aneh sekali dan was was.
Alhadza
(dalam Musslifah, 2012) perilaku menyontek adalah suatu wujud perilaku dan
ekspresi mental seseorang yang merupakan hasil belajar dari interaksi dengan lingkungannya.
Perilaku ini merupakan kecurangan yang dilakukan oleh seseorang untuk
memperoleh keberhasilan. Dari hasil wawancara
yang dilakukan dengan salah satu peserta didik, dikatakan bahwa peserta didik berani
melakukan tindakan menyontek karena mereka ingin mendapat nilai yang baik pada saat
penilaian. Perilaku ini dipandang sebagai salah satu bentuk perilaku
ketidakjujuran akademik.
Selanjutnya
Petress (dalam Pujianti & Lestari, 2010) berpendapat banwa: Perilaku menyontek
dianalogikan dengan penyakit kanker pada tubuh. Artinya berita kesuksesan menyontek
yang dialami seorang peserta didik akan menyebar dengan cepat dari peserta didik
ke peserta didik lainnya dan sulit untuk diberantas. Senada dengan pendapat
Lawson (dalam Khusartanti, 2009) bahwa peserta didik yang melakukan tindakan
kebohongan akademik cenderung akan berbohong di tempat kerja.
Aspek-aspek
perilaku menyontek dapat diperoleh dari aspek perilaku itu sendiri dengan
mengambil Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) yang dikemukakan
oleh Ajzen (dalam Azwar,2003) yaitu: a) Intensi perilaku, yaitu keyakinan-keyakinan
bahwa perilaku akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan;
b) Norma subjektif, yaitu keyakinan mengenai perilaku apa yang bersifat
normatif (yang diharapkan oleh orang lain) dan motivasi untuk bertindak sesuuai
dengan harapan normatif; c) Perilaku kontrol, yaitu pengalaman masa lalu dan
perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan
perilaku yang bersangkutan.
Sejalan
dengan teori tersebut, Bandura (dalam Irawati, 2008) berpendapat bahwa fungsi
psikologis merupakan hubungan timbal balik yang interdependen dan berlangsung terus
menerus antara faktor individu, tingkah laku, dan lingkungan. Dalam hal ini,
faktor penentu tingkah laku internal (a.l., keyakinan dan harapan), serta
faktor penentu eksternal (a.l., “hadiah” dan “hukuman”) merupakan bagian dari
sistem pengaruh yang saling berinteraksi. Proses interaksi yang terjadi dalam
individu terdiri dari empat proses, yaitu atensi, retensi, reproduksi motorik,
dan motivasi. Pada saat dorongan tingkah laku mencontek muncul, terjadilah
proses atensi, yaitu muncul ketertarikan terhadap dorongan karena adanya
harapan mengenai hasil yang akan dicapai jika ia menyontek. Pada proses retensi,
faktor-faktor yang memberikan atensi terhadap stimulus perilaku menyontek itu menjadi
sebuah informasi baru atau digunakan untuk mengingat kembali pengetahuan maupun
pengalaman mengenai perilaku menyontek, baik secara maya (imaginary) maupun
nyata (visual). Proses selanjutnya adalah reproduksi motorik, yaitu memanfaatkan
pengetahuan dan pengalamannya mengenai perilaku menyontek untuk memprediksi
sejauh mana kemampuan maupun kecakapannya dalam melakukan tingkah laku
mencontek tersebut. Dalam hal ini, ia juga mempertimbangkan konsekuen apa yang
akan ia dapatkan jika perilaku tersebut muncul. Dalam proses ini, terjadi mediasi
dan regulasi kognitif, di mana kognisi berperan dalam mengukur kemungkinan kemungkinan
konsekuensi apa yang akan diterimanya bila ia menyontek. Fishbien & Ajzen
(dalam Nursalam, 2012) mengemukakan bahwa aspek menyontek dapat diperoleh dari
bentuk perilaku seseorang.
Terdapat
empat aspek perilaku menyontek sebagai berikut: a) Perilaku (behavior), yaitu
perilaku spesifik yang nantinya akan diwujudkan. Pada konteks menyontek,
perilaku spesifik yang nantinya akan
diwujudkan merupakan bentuk-bentuk perilaku menyontek yaitu menggunakan catatan
jawaban sewaktu ujian atau ulangan, mencontoh jawaban siswa lain, memberikan jawaban
yang telah selesai kepada siswa lain dan mengelak dari aturan-aturan; b)
Sasaran (target), yaitu objek yang menjadi sasaran perilaku. Objek yang menjadi
sasaran dari perilaku spesifik dapat digolongkan menjadi tiga yaitu orang
tertentu atau objek tertentu (particular object), sekelompok orang atau sekelompok
objek (a class of object) dan orang atau objek pada umumnya (any object). Pada
konteks menyontek objek yang menjadi sasaran perilaku dapat berupa catatan jawaban,
foto tugas, buku, telepon genggam, kalkulator maupun teman; c) Situasi
(situation), yaitu situasi yang mendukung untuk dilakukannya suatu perilaku
(bagaimana dan dimana perilaku itu akan diwujudkan). Situasi dapat pula
diartikan sebagai lokasi terjadinya perilaku. Pada konteks menyontek perilaku tersebut
dapat muncul jika siswa merasa berada dalam situasi terdesak, misalnya: diadakan
pelaksanaan ujian secara mendadak, materi ujian terlalu banyak atau adanya beberapa
ujian yang diselenggarakan pada hari yang sama sehingga siswa merasa kurang memiliki
waktu untuk belajar. Situasi lain yang mendorong siswa untuk menyontek adalah
jika siswa merasa perilakunya tidak akan ketahuan, meskipun ketahuan hukuman yang
diterima tidak akan terlalu berat; d) Waktu (time), yaitu waktu terjadinya
perilaku yang meliputi waktu tertentu, dalam satu periode atau tidak terbatas
dalam satu periode, misalnya: waktu yang spesifik (hari tertentu, tanggal
tertentu, jam tertentu), periode tertentu (bulan tertentu) dan waktu yang tidak
terbatas (waktu yang akan datang).
Comments